Dalam kesempatan ini, penulis menyempatkan diri untuk membuat artikel yang berjudul “
Suku Komering
adalah Orang Komering Juga”. Hal yang mendasari penulis membuat
artikel ini adalah di karena ada pandangan dari sebagian masyarakat
Komering (Sumatera Selatan) yang tidak mengaku sebagai bagian dari
masyarakat Lampung. Hal tersebut perlu dikaji dengan bukti sejarah
mengenai asal-usul dan perpindahan suku Komering, terutama ke Lampung.
Untuk
lebih jelasnya mengenai asal-usul dan perpindahan suku Komering
(dikutip dari Wacana N usantara : Perjalanan Komering di Lampung) akan
dijelaskan sebagai berikut :
1. Asal-Usul Tujuh Kepuhyangan
Pada
suatu ketika bergeraklah sekelompok besar turun dari dataran tinggi
Gunung Pesagi menyusuri sungai dengan segala cara seperti dengan
rakit bambu, dan lain-lain. Menyusuri Sungai Komering menuju muara.
Menyusuri atau mengikuti dalam dialek komering lama adalah samanda.
Kelompok pertama ini kita kenal kemudian dengan nama Samandaway dari
kata Samanda-Di-Way berarti mengikuti atau menyusuri sungai.
Pada
artikel yang berjudul Kebesaran Sriwijaya yang Tak Tersisa - The
Rise of Sriwijaya Empire (Komentar Agung Arlan), disebutkan bahwa
Kepuhyangan Samandaway yang merupakan kepuhyangan tertua komering
menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Sriwijaya dengan Pu Hyang Jaya
Naga (Sri Jaya Naga) sebagai Raja Sriwijaya pertama yang berkedudukan
di daerah dekat Gunung Seminung dan kemudian berpindah ke Minanga
(Setelah itu Pusat Ibu Kota berpindah ke Palembang, dan yang terakhir
ke Jambi pada beberapa kurun masa Kerajaan Sriwijaya).
Kelompok
ini akhirnya sampai di muara (Minanga) dan kemudian berpencar.
Mereka menncari tempat-tempat strategis dan mendirikan tiga
kepuhyangan. Kepuhyangan pertama menempati pangkal teluk yang agak
membukit yang kini dikenal dengan nama Gunung Batu. Mereka berada di
bawah pimpinan Pu Hyang Ratu Sabibul. Kepuhyangan kedua menempati
suatu dataran rendah yang kemudian dinamakan Maluway di bawah pimpinan
Pu Hyang Kaipatih Kandil. Kepuhyangan ketiga menempati muara dalam
suatu teluk di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Ratu Damang Bing. Di
tempat ini kemudian dikenal dengan nama Minanga.
Tak
lama setelah rombongan pertama, timbul gerakan penyebaran rumpun
Skala Brak ini. Menyusul pula gerakan penyebaran kedua yang
seterusnya mendirikan kepuhyangan keempat. Kepuhyangan keempat
menemukan suatu padang rumput yang luas kemudian menempatinya. Mereka
di bawah pimpinan Pu Hyang Umpu Sipadang. Pekerjaan mereka membuka
padang ini disebut Madang dan kemudian dijadikan nama Kepuhyangan
Madang. Tempat pertama yang mereka duduki dinamakan Gunung Terang.
Kepuhyangan
kelima di bawah pimpinan Pu Hyang Minak Adipati yang konon kabarnya
suka membawa peliung. Dari kegemarannya ini dinamakan pada nama
kepuhyangan mereka menjadi "Pemuka Peliung". Dari kepuhyangan ini
kelak kemudian hari setelah Perang Abung menyebar mendirikan
kepuhyangan baru, yaitu Kepuhyangan Banton oleh Pu Hyang Ratu
Penghulu.
Kepuhyangan Pakuon oleh Puhyang itu dan
Kepuhyangan Pulau Negara oleh Pu Hyang Umpu Ratu. Kepuhyangan Keenam
di bawah pimpinan Pu Hyang Jati Keramat. Istrinya, menurut
kepercayaan setempat, berasal dari atau keluar dari Bunga Mayang
Pinang. Kepercayaan ini membekas dan diabadikan pada nama kepuhyangan
mereka, yaitu Bunga Mayang (kelak kemudian hari, inilah cikal bakal
Lampung Sungkai).
Kepuhyangan ketujuh di bawah pimpinan Pu
Hyang Sibalakuang. Mereka pada mulanya menempatkan diri di daerah
Mahanggin. Ada yang mengatakan kepuhyangan daya (dinamis/ulet). Kelak
kemudian hari kepuhyangan ini menyebar mendirikan cabang-cabang di
daerah sekitarnya seperti Sandang, Rawan, Rujung, Kiti, Lengkayap,
dan lain-lain. Nama-nama marga atau kepuhyangan yang berasal dari
rumpun kepuhyangan ini banyak menggunakan nama Bhu-Way (buway).
Nama
kebhuwayan ini dibawa orang-orang dari Skala Brak baru generasi
Paksi Pak. Ketujuh kepuhyangan yang mendiami lembah sungai yang kini
dinamakan "Komering". Masing-masing pada mulanya berdiri sendiri
dengan pemerintahan sendiri. Di bawah seorang sesepuh yang dipanggil
pu hyang. Mereka menguasai tanah dan air yang mereka tempati dengan
batas-batas yang disepakati.
Ditinjau dari tujuan gerakan
penyebaran (mempertahankan kelanjutan hidup kelompok untuk mencari
tempat yang memberi jaminan kehidupan) serta cara mencari tempat yang
strategis dalam mengikuti aliran sungai (samanda-diway), tampaknya
Kepuhyangan Samandaway adalah yang pertama dan tertua. Orang-orang
Samandaway menempati muara sampai di ujung tanjung (Gunung Batu).
2. Penyebaran Suku Komering Ke Lampung
Tak
diragukan lagi, banyak orang Komering yang keluar dari daerah asal
mereka di sepanjang aliran Way Komering untuk mencari penghidupan baru
pindah ke wilayah yang dihuni etnis Lampung lain. Mereka membuka
umbul maupun kampung (tiuh). Perpindahan kali pertama mungkin oleh
marga Bunga Mayang yang kelak kemudian hari menjadi Lampung
Sungkai/Bunga Mayang.
Seperti diutarakan Suntan Baginda
Dulu (Lampung Ragom, 1997): "Kelompok Lampung Sungkai asal nenek
moyang mereka adalah orang Komering di tahun 1800 M pindah dari
Komering Bunga Mayang menyusur Way Sungkai lalu minta bagian tanah
permukiman kepada tetua Abung Buway Nunyai pada tahun 1818 s.d. 1834 M
kenyataan kemudian hari mereka maju. Mampu begawi menyembelih kerbau
64 ekor dan dibagi ke seluruh Kebuayan Abung."
Oleh
Abung, Sungkai dinyatakan sebagai Lampung Pepadun dan tanah yang
sudah diserahkan Buay Nunyai mutlak menjadi milik mereka. Kemungkinan
daerah sungkai yang pertama kali adalah Negara Tulang Bawang membawa
nama kampung/marga Negeri Tulang Bawang asal mereka di Komering. Dari
sini mereka kemudian menyebar ke Sungkai Utara, Sungkai Selatan,
Sungkai Jaya, dan sebagainya. Di daerah Sungkai Utara, seperti
diceritakan Tjik Agus (64) pernah menjabat kacabdin di daerah ini,
banyak penduduk yang berasal dari Komering Kotanegara. Mereka adalah
generasi keempat sampai kelima yang sudah menetap di sana.
Perpindahan
berikutnya, dilakukan Kebuayan Semendaway, khususnya Minanga. Mereka
menyebar ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah/Pulau Panggung,
Bunglai, Cempaka (Sungkai Jaya) di Lampung Utara. Ke Sukadana Lampung
Timur dekat Negeri Tuho. Juga masuk ke Pagelaran, Tanggamus.
Dua
Kampung Komering di Lampung Tengah (Komering Agung/Putih), menurut
pengakuan mereka, berasal dari Komering. Nenek moyang mereka berbaur
dengan etnis Abung di Lampung-Tengah. Akan tetapi, mereka kurang
mengetahui asal kebuayan nenek moyangnya (mungkin orang yang penulis
temui kebanyakan usia muda < 50 tahun). Mereka menyebut Komering
yang di Palembang sebagai "nyapah" (terendam). Kemungkinan mereka juga
berasal dari Minanga, karena kampong ini yang paling sering terendam
air. Daerah Suka Banjar (Tiuh Gedung Komering, Negeri Sakti)
Gedongtataan seperti diceritakan Herry Asnawi (56) dan Komaruzaman
(70) (pensiunan BPN).
Penduduk di sana mengakui mereka
berasal dari Komering (Dumanis) walaupun dialek mereka sudah
tercampur dengan dialek Pubian. Tidak menutup kemungkinan dari daerah
lain di Komering seperti Betung dsb, yang turut menyebar masuk daerah
Lampung lain.
Melihat perjalanan dan penyebaran yang cukup
panjang, peran dalam menyumbang etnis Lampung (Sungkai), serta
menambah kebuayan Abung (Buay Nyerupa), tak ada salahnya kita
mengetahui tentang dialek, tulisan, marga, maupun kepuhyangan yang
ada di daerah Komering.
3. Kesimpulan
Melihat
asal-usul suku Komering yang awal mula berasal dari Skala Brak lalu
menyebar ke daerah dataran Way Komering dan kemudian sebagian
menyebar ke Lampung, dipastikan “suku komering adalah orang Lampung
juga”. Dimana bahasa, huruf tulisan dan adat istiadat yang digunakan
sama dengan orang Lampung.
Orang Komering melakukan
perpindahan ke Lampung Tahun 1800-an, masuk ke daerah Abung Kebuayan
Nunyai dan menetap disana menurunkan Lampung Sungkai (Bunga Mayang).
Kebuayan
Semendaway (Kebuayan Tertua Komering) dari Minanga melakukan
penyebaran ke Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah (Pulau Panggung),
Bunglai, Cempaka - Sungkai Jaya (Lampung Utara), Sukadana (Lampung
Timur dekat Negeri Tuho) dan Pagelaran (Tanggamus).
Selain
itu juga mendirikan dua kampung yaitu Komering Agung/Putih (Lampung
Tengah) dan Tiuh Gedung Komering - Negeri Sakti (Gedongtataan).
Pada
artikel “Sejarah Keratuan Lampung” yang telah terbit sebelumnya, di
daerah Komering khususnya di Martapura dulu telah berdiri Keratuan
Pemanggilan. Keturunan Keratuan Pemanggilan menyebar ke daerah
pesisir Barat Krui, Teluk Semaka, atau Teluk Lampung. Hal ini menjadi
bukti bahwa sejak dulu masyarakat Komering yang tinggal di sekitar
Martapura telah melakukan perpindahan ke berbagai daerah di Lampung
(Pra atau Sejaman dengan Kepaksian Pak Skala Brak Abad ke-14) sebelum
Sungkai Bunga Mayang pindah ke Lampung tahun 1800-an. Dari bukti
tersebut dapat disimpulkan bahwa orang Komering (Tua) yang telah
melakukan perpindahan ke Lampung pada Pra atau Sejaman Kepaksian Pak
menurunkan Suku Lampung Pesisir Pemanggilan (Lampung Pesesekh di Cukuh
Balak, Kota Agung, Talang Padang, Kedondong dan Way Lima). Maka
tidak dapat diragukan lagi bahwa “Suku Komering adalah Orang Lampung
juga”.
Bukti Lain:
Dalam
sajak dialek Komering/Minanga disebutkan: "Adat lembaga sai ti pakaisa
buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik tanoh pagaruyung pemerintah
bunda kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, Sangon kok
turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai ti usung dilom adat
pusako"
Terjemahannya berarti "Adat Lembaga yang digunakan ini
berasal dari Belasa Kepampang (Nangka Bercabang, Sezaman dengan tanah
pagaruyung pemerintah bundo kandung, Naik di Gunung Pesagi turun di
Sekala Berak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu,
Sirih pinang dibawa di dalam adat pusaka", jadi Kalau tidak pandai tata
tertib tanda tidak berbangsa.
